Wanita diperlakukan secara terhormat oleh suku-suku di Afrika Selatan. Jangan pernah mencoba melecehkan mereka karena nyawa menjadi taruhannya.
Ada lima suku besar yang dominan di Afsel, yakni Zulu, Xhosa, Pedi, Basotho dan Ndebele. Kesemuanya menjadikan wanita sebagai simbol kehormatan, meski dalam
sebuah peperangan.
Suku Zulu terkenal sebagai para pejuang perang. Kebiasaan berperang dan berburu dimulai sejak pemimpin mereka bernama Shaka atau lebih dikenal sebagai 'Black Napoleon' muncul pada abad ke-19. Mereka adalah suku yang paling aktif berjuang saat melawan kolonialisme Inggris.
Tapi, ada satu pantangan besar dalam aturan perang suku terbanyak di Afsel ini. Wanita tidak boleh disakiti untuk alasan apa pun dalam sebuah pertarungan.
"Kami boleh membunuh para pria. Tapi tombak ini tidak boleh menyentuh wanita dan anak-anak," ujar seorang pria Zulu yang ditemui detiksport di desa wisata Lesedi.
Dalam kehidupan sehari-hari, wanita Zulu juga sangat dihormati. Jika ingin menikahi seorang gadis Zulu, si pria harus memiliki 11 lembu untuk melamarnya. Jika tidak, bersiaplah hidup membujang hingga akhir hayat.
"Kalau Anda pria Zulu tanpa lembu, seperti zebra tanpa belangnya," ucap Tandi, guide kami.
Tandi juga menunjukkan sebuah bantal yang terbuat dari kayu. Benda itu harus diserahkan seorang suami pada istrinya yang baru dinikahi. "Supaya istrinya bisa terus memimpikan suami saat tidur," ceritanya.
Nah, suku Xhosa lain lagi ceritanya. Untuk menikahi seorang gadis, kaum pria membutuhkan 26 lembu siap potong. Ini digunakan untuk perayaan pesta dan sebagian bulu hewan ternak tersebut dijadikan pakaian bagi si wanita.
Para wanita Xhosa juga diberi tempat terhormat sebagai dukun, pemimpin spiritual dan penyembuh penyakit. Namun tentu saja ada pendidikan khusus yang harus dilalui selama hampir 5 tahun.
"Kami sangat mahal, jadi jangan main-main dengan kami para wanita Xhosa," seloroh Tandi, yang juga bagian dari suku Xhosa.
Suku Pedi, Basotho dan Ndebele punya kisah yang hampir serupa. Meski dilarang untuk ikut rapat-rapat atau pertemuan di kalangan pemimpin suku, masih ada peran lain yang tak kalah penting bagi wanitanya, yaitu sebagai pencipta karya seni.
Ndebele dikenal karena perpaduan warna-warni dalam desain rumah dan pernak-pernik yang dikenakan. Semuanya hampir dibuat oleh wanita. Sementara para wanita Basotho terkenal dengan selimut dan topi unik buatannya. Suku Pedi juga tidak kalah kreatif. Mereka mempercantik rumah dan peralatan memasak dengan tinja sapi.
"Ini (tinja) akan membuat lantai lebih bersinar dan membantu sebagai bahan dasar semen," kisah Tandi.
Sebagian tradisi suku-suku tersebut masih dijalankan oleh warga Afsel modern. Khususnya yang berkaitan dengan masalah pernikahan.
"Kami masih harus menyerahkan 11 lembu. Bahkan juga harus menyiapkan dana yang lebih besar dibandingkan dengan zaman dulu," cerita Dumi, seorang warga Afsel asal suku Zulu.
Ada lima suku besar yang dominan di Afsel, yakni Zulu, Xhosa, Pedi, Basotho dan Ndebele. Kesemuanya menjadikan wanita sebagai simbol kehormatan, meski dalam
sebuah peperangan.
Suku Zulu terkenal sebagai para pejuang perang. Kebiasaan berperang dan berburu dimulai sejak pemimpin mereka bernama Shaka atau lebih dikenal sebagai 'Black Napoleon' muncul pada abad ke-19. Mereka adalah suku yang paling aktif berjuang saat melawan kolonialisme Inggris.
Tapi, ada satu pantangan besar dalam aturan perang suku terbanyak di Afsel ini. Wanita tidak boleh disakiti untuk alasan apa pun dalam sebuah pertarungan.
"Kami boleh membunuh para pria. Tapi tombak ini tidak boleh menyentuh wanita dan anak-anak," ujar seorang pria Zulu yang ditemui detiksport di desa wisata Lesedi.
Dalam kehidupan sehari-hari, wanita Zulu juga sangat dihormati. Jika ingin menikahi seorang gadis Zulu, si pria harus memiliki 11 lembu untuk melamarnya. Jika tidak, bersiaplah hidup membujang hingga akhir hayat.
"Kalau Anda pria Zulu tanpa lembu, seperti zebra tanpa belangnya," ucap Tandi, guide kami.
Tandi juga menunjukkan sebuah bantal yang terbuat dari kayu. Benda itu harus diserahkan seorang suami pada istrinya yang baru dinikahi. "Supaya istrinya bisa terus memimpikan suami saat tidur," ceritanya.
Nah, suku Xhosa lain lagi ceritanya. Untuk menikahi seorang gadis, kaum pria membutuhkan 26 lembu siap potong. Ini digunakan untuk perayaan pesta dan sebagian bulu hewan ternak tersebut dijadikan pakaian bagi si wanita.
Para wanita Xhosa juga diberi tempat terhormat sebagai dukun, pemimpin spiritual dan penyembuh penyakit. Namun tentu saja ada pendidikan khusus yang harus dilalui selama hampir 5 tahun.
"Kami sangat mahal, jadi jangan main-main dengan kami para wanita Xhosa," seloroh Tandi, yang juga bagian dari suku Xhosa.
Suku Pedi, Basotho dan Ndebele punya kisah yang hampir serupa. Meski dilarang untuk ikut rapat-rapat atau pertemuan di kalangan pemimpin suku, masih ada peran lain yang tak kalah penting bagi wanitanya, yaitu sebagai pencipta karya seni.
Ndebele dikenal karena perpaduan warna-warni dalam desain rumah dan pernak-pernik yang dikenakan. Semuanya hampir dibuat oleh wanita. Sementara para wanita Basotho terkenal dengan selimut dan topi unik buatannya. Suku Pedi juga tidak kalah kreatif. Mereka mempercantik rumah dan peralatan memasak dengan tinja sapi.
"Ini (tinja) akan membuat lantai lebih bersinar dan membantu sebagai bahan dasar semen," kisah Tandi.
Sebagian tradisi suku-suku tersebut masih dijalankan oleh warga Afsel modern. Khususnya yang berkaitan dengan masalah pernikahan.
"Kami masih harus menyerahkan 11 lembu. Bahkan juga harus menyiapkan dana yang lebih besar dibandingkan dengan zaman dulu," cerita Dumi, seorang warga Afsel asal suku Zulu.
(Pialadunia.Detiksport.com)
0 komentar:
Post a Comment