Gizi buruk tak hanya memengaruhi kecerdasan anak, tapi juga kesehatan fisiknya. Itu mengapa pemerintah kini fokus pada masalah bayi yang memiliki postur pendek (stunting), sebab ada hubungannya dengan gizi.
“Indonesia telah berhasil menurunkan angka kekurangan gizi pada anak balita dari 28 % (2005) menjadi 17,9 % (2010). Tapi masih ada tantangan besar yaitu tingginya prevalensi anak balita pendek,” kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih di Jakarta, Senin, 28 Februari 2011.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi balita pendek sebesar 36,8 persen. Pada tahun 2010 prevalensinya menurun menjadi 35,6 persen, tetapi masih terjadi disparitas prevalensi stunting antarprovinsi yang cukup lebar. Ini perlu mendapat penanganan spesifik terutama di wilayah-wilayah rawan pangan.
“Untuk mengatasi masalah balita pendek, status gizi mulai dari saat wanita remaja dan saat wanita hamil harus diperhatikan. Karena bisa memengaruhi tinggi anak setelah dilahirkan,” kata Endang.
Menurut analisis data Riskesdas 2010, prevalensi balita pendek cenderung lebih tinggi pada ibu-ibu yang tinggi badannya rata-rata kurang dari 150 cm atau 46,7 persen dibanding ibu-ibu dengan tinggi badan rata-rata lebih dari 150 cm (34,8 persen).
Data Riskesdas tersebut juga menunjukkan bahwa pemicu tingginya angka balita berpostur pendek juga akibat orang tuanya yang melakukan pernikahan dini. “Ini juga yang akan kita tekan,” kata Endang Rahayu.
Balita berpostur pendek tidak hanya akan memengaruhi penampilannya, tapi juga dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan serius, seperti:
- Menderita penyakit kronis karena balita pendek mengalami gangguan oksidasi lemak yang berakibat lebih banyak lemak yang tersimpan di jaringan adiposa hingga menjadi obesitas. Selain itu, stunting juga bisa meningkatkan risiko penyakit darah tinggi.
Penelitian di Jamaika menemukan anak-anak pendek usia 7-8 tahun memiliki tekanan darah sistolik (saat jantung menguncup) yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak dengan tinggi normal.
- Motorik terhambat seperti terlambat berjalan.
- Gangguan intelektual, seperti data yang diungkap UNICEF, anak yang sangat pendek punya rata-rata IQ 11 poin lebih rendah dibandingkan rata-rata anak dengan tinggi normal sesuai usianya.
Menurut Linda S Adair, PhD, Associate Professor of Nutrition Universitas Carolina Utara, AS, teori itu tidak berlaku bila penyebabnya adalah faktor genetis.
Namun, genetis (keturunan) bukan faktor tunggal yang mempengaruhi tinggi seseorang. Banyak faktor lain yang berperan, seperti nutrisi (makro dan mikro), zat-zat toksik, infeksi, interaksi ibu-anak termasuk status gizi ibu selama kehamilan, serta hubungan psikologik ibu-anak.
“Meski demikian, belum ada penelitian yang menyatakan bahwa pendek bisa mempengaruhi brain performance,” kata Endang Rahayu.
• VIVAnews
0 komentar:
Post a Comment